Kamis, 12 September 2013

Proposal Penelitian-Performans Reproduksi Ternak Kerbau Lumpur ( Bubalis-Bubalus) Di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat


FAKULTAS PETERNAKAN                         SEMINAR      : HASIL
UNIVERSITAS NUSA CENDANA               HARI / TGL   :
KUPANG                                                         RUANGAN     :                                              
“PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU DIKECAMATAN LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT

NIMROD N.S WUTA
0 8 0 5 0 1 2 7 8 8

Ir. A.Marawali,M.Si *                                                                                    Ir.Kirenius Uly,MP **

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya permitaan protein asal hewani merupakan suatu konsekwensi logis dari laju pertumbuhan pendudukan dan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi.Kenyataan ini jika tidak diikuti dengan perubahan dan perbaikan hasil di sub sektor peternakan akan dapat memberikan dampak terjadinya kesenjangan.Diduga bahwa upaya penyediaan protein hewani  selama ini lebih dominandari ternak sapi.
Upaya diversifikasikan hasil disub sector peternakan merupakan suatu keharusan yang secara dini diperlukan agar dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang akan timbul.Oleh karena itu dalam perkembangan selanjutnya perhatian peerlu diarahkan pada ternak lainselalin sapi yang cukup potensial.
Ternak kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu jenis ternak yang dapat diandalkan sebagai penyedia protein hewani bagi masyarakat, juga sebagai tenaga kerja  dan untuk mengolah lahan pertanian.  Daging kerbau memiliki kandungan protein sebesar 20,20% sedangkan daging sapi 19,20% (Hattu,1986)
*      Ir.Aloysius.Marawali,M.Si
**   Ir.Kirenius Uly,MP     
Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu daerah pengembangan kerbau lumpur karena wilayahnya potensial untuk petemakan kerbau, disamping lahan pertanian yang dominan, tetapi pengembanggan ternak sudah menjadi budaya atau mata pencaharian masyarakat Sumba khususnya Sumba Barat. Adapun pemanfaatan kerbau lumpur ini untuk pemenuhanan kebutuhan protein hewani serta pemenuhan kebutuhan serimorial ritual adat (ritual kematian, ritual perkawinan, dan syukuran-syukuran yang di kemas dalam ritual adat).
Populasi ternak kerbau di Sumba umumnya sudah terjadi penurunan sebagai berikut: ternak kerbau pada tahun 2008 mencapai 14.348 ekor dan  pada tahun 2010 sebanyak 11.226, ternyata mengalami penurunan sebesar 27,81%.Menurunnya populasi ternak kerbau karena kurangnya  pakan, lahan pengembalaan yang semakin menyempit, cara pemeliharaan dan sistem perawatan ternak yang masih dominan dengan sistem tradisional. Keamanan pemeliharaan ternak dari segi pencurian oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan pesta adat atau budaya Sumba yang belum mendapat pembaharuan secara signifikan. Pertumbuhan kesehatan ternak juga menjadi hambatan karena dalam pesta adat yang dikemas dalam ritual perkawinan, ritual kematian dan ritual syukuran yang dikemas dalam ritual adat memaksa lalulintas ternak terus berpindah tangan, lingkungan dan daerah baru, sehingga masa adaptasi ternak menjadi pengaruh dalam pertumbuhan hidup ternak tersebut.
 Hal tersebut diatas didukung pula oleh musim kemarau yang cukup panjang 8-9 bulan dan musim hujan hanya  berkisar antara 3-4 bulan, kondisi iklim ini mengakibatkan ketersedian pakan terbatas dengan kualitas rendah. Menurut Dami Dato dikutip oleh Thimotius U. T. Billy (2009), kualitas padang rumput alam di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada musim kemarau cukup rendah yang ditandai dengan kandungan protein hijauan 1,13% dan sebaliknya kandungan serat kasarnya sekitar 52,98%. Ditinjau dari aspek makanan dan kaitannya dengan proses produksi ternak maka ini merupakan masalah. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan upaya penambahan suplemen berupa pakan sumber protein.
Dengan demikian, berdasarkan permasalahan yang di uraikan di atas maka akan dilakukan penelitian dengan judul : “PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU DIKECAMATAN LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT”.




Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan tambahan dedak padi dan jagung giling dengan pakan basal jerami padi  terhadap pertumbuhan berat badan dan ukuran linear tubuh kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) jantan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans reproduksi kerbau lumpur yang di pelihara petani peternak diKecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat.Di harapkan penelitian ini berguna bagi:
1.      Pemerintah Daerah sebagai bahan masukan yang dapat dipakai dalam mengambil dan mmenentukan kebijakan lanjutan untuk pengembangan peternak kerbau lumpur di Kecamatan Loli pada khususnya dan Kabupaten Sumba Barat pada umumnya.
2.      Petani peternak sebagai tambahan informasi dalam mengembangkan ternak kerbau lumpur.
3.      Pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Reproduksi Ternak Kerbau.













MATERI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan di laksanakan di Kecamatan Loli , Kabupaten Sumba Barat selama 1 bulan.
Metode Penentuan Sampel
            Penentuan sampel akan dilakukan  pada enam desa dalam wilayah Kecamatan Loli.Dasar pertambangannya bahwa desa tersebut memiliki memiliki populasi ternak kerbau yang terbanyak.Sedangkan penentuan responden dilakukan secara acak dengan mengambil  40% dari total peternak kerbau pada masing-masing desa contoh dengan dasar pertimbangan memiliki pengalaman beternak  ≥ empat tahun dan jumlah induk kerbau yang dimiliki  ≤ 10  ekor.
Metode penelitian
            Dalam  peneilitian ini digunankan metode survey untuk memperoleh data primer dan data sekunder.Data primer dilakukan dengan teknik wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan .Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait.
Variable yang di ukur
            Variable yang diukur dalam penelitian ini, meliputi :
1.      Angka kelahiran, yaitu perbandingan antara jumlah anak yang lahir dengan jumlah induk yang produktif dengan kisaran umur 4-20 tahun dalam setahun dikalikan dengan 100%.
                                    Angka kelahiran      =  Jumlah Anak Yang Lahir  X  100%
                                                            Jumlah Induk Produktif
2.      Angka kematian yaitu perbandingan jumlah anak kerbau yang mati umur  ≤ 12 bulan dengan jumlah anak kerbau yang lahir dikalikan dengan 100% .
Angka kematian      = Jumlah Anak Kerbau Yang Mati  X 100%
                                                                                                Jumlah Anak Kerbau Yang Lahir

3.      Inerval kelahiran yaitu jarak waktu antara dua  periode kelahiran secara berurutan  pada kelahiran yang paling akhir.


Analisis Data
            Data yang diperoleh dalam penelitian ini ditabulasi untuk menghitung nilai rata-rata (X),standar devisi (SD),koefisien keragaman (KK) menurut petunjuk yang digariskan Sudjana (1989) dengan rumus :
Nilai Rata-Rata (X)                             = ∑Xi
                                                                    n

Standar Devisi                         = 

Koefisien Keragaman  (KK)          = SD  X 100%
                                                     X
Dimana :
X                     =  Nilai Rataan ;
n                      =  Besarnya Sampel Yang Digunakan;
n - 1                 =  Derajat Bebas;
∑xi                  =  Jumlah Nilai Pengamatan
∑(Xi – X)2          =  Jumlah Kuadrat Simpangan









DAFTAR PUSTAKA

Admadilaga,D.1974.Proses Perkembangan peternakan di nusa tenggara timur.Biro Reseach dan afiliasi.Fakultas Peternakan ,Universitas Pandjajaran- Bnadung.
Anggorodi ,R.1979.Makanan Ternak Umum,Gramedia Jakarta.
Anonimous,1977.The Wate Buffalo .Foot And Agriculture Organization Of The United Nation,Room.
Burhanudin,1981.peranan sapi bali dalam pengembanganpeternakan sapi balidi Indonesia di tinjau      darsegi reproduksinya.Majalah Universitas Nomor : 24-25 tahun IX,1981.
Fattah,s.1998. Produktivitas sapi Bali yang di pelihara di padang pengembalaan alam,(kasus oesu’u NusaTenggara Timur).Di sertai Universitas padjajaran Bandung.
Lubis,D.A.1963.Ilmu makanan ternak,P.T.Pembangunan Jakarta.
Martojo,H.S.Mansjoer dan E.Gunardi 1978.Beberapa sifat reproduksi pada sapi bali di propinsi bali     Proc.Seminar Ruminansia .Direktorat jendral peternakan & P-4 dan fakultas IPB,Bogor.
Murti, T.W dan Ciptadi.G. 1987.Kerbau perah dan kerbau kerja.P.T.Mediyatama Sarana   Perkasa,Jakarta.
Nenot,E.A.N.1979 .Penagruh kesempatan berkubang terhadap birahi dan siklus birahi pada  kerbau lumpur .Thesis fapet undana yang berafiliasi denngan fapet ITB bogor.
Partodiharjo,S.1982.Ilmu reproduksi hewan,Mutiara Bandung.
Siregar,A.M.1971.Kerbau dan pengembangannya di Indonesia.
Sosroamidjojo,S.M.1989.Ternak potong dan kerja.CV Yasaguna Jakarta.




ORGANISASI PENELITIAN


PENELITI
NAMA                                     :           NIMROD N.S WUTA
NIM                                         :           0805012788
JURUSAN                               :           PRODUKSI TERNAK

DOSEN PEMBIMBING I                    
NAMA                                     :           Ir.Aloysius Marawali,M.si
NIP                                          :           19600411 1990 31 001

DOSEN PEMBIMBING II
NAMA                                     :           Ir.Kirenius Uly,MP
NIP                                          :           1966 1014 1993 03 102

Sabtu, 07 September 2013

My Skripsi


01 Logo Undana (Warna)

PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU LUMPUR
(Bubalus bubalis) DI KECAMATAN LOLI
KABUPATEN SUMBA BARAT


SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan
Universitas Nusa Cendana

OLEH

NIMROD N. S. WUTA
0 8 0 5 0 1 2 7 8 8



JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
                                             KUPANG
2013

PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU LUMPUR
(Bubalus bubalis) DI KECAMATAN LOLI
KABUPATEN SUMBA BARAT



SKRIPSI


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Ilmu Peternakan
Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana


OLEH

NIMROD N. S. WUTA
0 8 0 5 0 1 2 7 8 8





JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
                                             KUPANG
2013

PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU LUMPUR
(Bubalus bubalis) DI KECAMATAN LOLI
KABUPATEN SUMBA BARAT



OLEH

NIMROD N. S. WUTA
0 8 0 5 0 1 2 7 8 8


Menyetujui :
Komisi Pembimbing



Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota



Ir. A.Marawali, M.Si
NIP. 1960041119890031001



Ir.Kirenius Uly, MP        
NIP. 196610141993031002

                                     


Kupang,     Juli 2013




PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU LUMPUR
(Bubalus bubalis) DI KECAMATAN LOLI
KABUPATEN SUMBA BARAT

OLEH

NIMROD N. S. WUTA
0 8 0 5 0 1 2 7 8 8

Skripsi ini telah Disidangkan di Hadapan
Komisi Ujian Lisan :

Tim Penguji Skripsi
(Ketua)


Ir. A.Marawali, M.Si                                     
           NIP. 1960041119890031001

(Anggota I)

Ir.Kirenius Uly, MP        

                 (Anggota II)


Dr. Ir.W.M Nalley,MS
           NIP. 196610141993031002
           NIP: 19600825 1985 03 2 003


Mengesahkan

Ketua
Jurusan Produksi Ternak



Ir. F. M. S Telupere, MP.Ph.D
NIP. 1963 01918 1987 121 001                              
Dekan
Fakultas Peternakan



Ir. Agustinus A. Konda Malik, MS
  NIP. 19610821 198803 1 001

Tanggal Lulus,           2013























MOTTO
Orang yang sukses bukan tidak perna gagal,tapi Ia bangkit dari kegagalan untuk terus mencoba.


















PERSEMBAHAN
Dengan penuh kerendahan hati penulis mempersembahkan skripsi ini kepada yang tercinta:


























PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian khususnya dan pembangunan nasional umumnya yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani. Selama ini ternak sapi merupakan andalan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia, namun kenyataannya Indonesia masih terus mengimpor ternak sapi bakalan dari luar negeri dan daging guna mencukupi kebutuhan daging dalam negeri.
Guna mencukupi kebutuhan daging dalam negeri, maka perlu upaya diversifikasi usaha dibidang peternakan. Ternak kerbau khususnya kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan salah jenis ternak yang sangat potensial untuk dipelihara dan dimanfaatkan sebagai upaya strategis mencukupi kebutuhan daging dalam negeri. Daging kerbau memiliki kandungan protein sebesar 20,20% sedangkan daging sapi 19,20% (Hattu,1986).
            Agar ternak kerbau lumpur dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap upaya pemenuhan kebutuhan daging dalam negeri, maka perlu pemahaman yang komprehensif terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan manajemen pemeliharaan ternak tersebut. Tinggi rendahnya efisiensi reproduksi sekelompok ternak ditentukan oleh angka kebuntingan, interval kelahiran, jarak waktu antara melahirkan sampai bunting kembali, service per conception dan angka kelahiran.
Secara umum performans reproduksi mempunyai peranan yang sangat penting terhadap perfomans produksi ternak. Apabila performans reproduksi tidak efisien maka akan menyebabkan kerugian ekonomis yang sangat besar terhadap suatu usaha peternakan.
Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu daerah pengembangan kerbau lumpur karena wilayahnya potensial untuk peternakan kerbau, hal ini terlihat dari populasinya yang cukup tinggi yaitu 18.966 ekor pada umumya dan 2.896 ekor  di Kecamatan Loli pada khususnya.
Adapun manfaat ternak kerbau di Sumba khususnya di Sumba Barat adalah sebagai tabungan yang dapat dijual dengan harga yang cukup tinggi, penghasil daging untuk  kebutuhan protein hewani, dan untuk kebutuhan sosial budaya terutama kebutuhan upacara adat (upacara kematian, dan mas kawin/belis).
Dalam dekade terakhir disinyalir terjadi penurunan populasi ternak kerbau di Kabupaten Sumba Barat yang antara lain disebabkan oleh tingginya angka pemotongan terutama pada upacara kematian, rendahnya angka kelahiran, tingginya angka kematian, interval kelahiran yang panjang,pertambahan bobot badan yang rendah terutama pada sistim pemeliharaan yang ekstensif. Rendahnya produktifitas ternak kerbau di NTT ditengarai merupakan akumulasi dari berbagai faktor seperti kondisi iklim NTT yang didominasi oleh musim kemarau,sistim pemeliharaan yang masih ekstensif tradisional,penyakit hewan yang belum dikendalikan, pemanfaatan sumber daya pakan yang belum optimal terutama limbah hasil pertanian dan kelimpahan rumput alam pada musim hujan.  
Untuk dapat meningkatkan produktivitas ternak kerbau gambaran mengenai performans reproduksinya sangat penting diketahui  sehingga dapat dipakai tolak ukur dalam upaya pengembangannya. Namun demikan gambaran performans reproduksi kerbau lumpur khususnya di Kabupaten Sumba Barat  dirasakan masih berkurang. 
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas maka dilakukan penelitian dengan judul : “PERFORMANS REPRODUKSI TERNAK KERBAU LUMPUR DI KECAMATAN LOLI KABUPATEN SUMBA BARAT”.

Tujuan dan Kegunaan
            Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performans reproduksi ternak kerbau lumpur di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat yang meliputi angka kelahiran, angka kematian, interval kelahiran dan jarak waktu antara beranak sampai bunting kembali.
Di harapkan penelitian ini berguna bagi:
1.      Pemerintah Daerah sebagai bahan masukan yang dapat dipakai dalam mengambil dan menentukan kebijakan untuk pengembangan peternak kerbau lumpur di Kecamatan Loli pada khususnya dan Kabupaten Sumba Barat pada umumnya.
2.      Petani peternak sebagai tambahan informasi dalam mengembangkan ternak kerbau lumpur.
3.      Pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Reproduksi Ternak Kerbau.
4.      Menghasilkan deskripsi beberapa aspek dari populasi dan memerlukan informasi dari subjek yang di pelajari.
5.      Mencari informasi faktual secara mendetail yang sedang menggejala dalam bidng ilmu reproduksi ternak kerbau lumpur di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat
6.      Mengidentifikasi masalah-masalah dalam bidang ilmu reproduksi ternak kerbau lumpur Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat, dan
7.      Mengetahui hal-hal yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi sasaran  penelitian dalam meme­cah­kan masalah.











TINJAUAN PUSTAKA

Tinjaun Umum
Kerbau adalah anggota  Ordo Artiodactylo, sub ordo ruminansia atau hewan pemamabiak familia Bovidae yang terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kerja (Swamp buffalo) yang Indonesia di kenal dengan kerbau lumpur atau kubangan (Nenot’ Ek, 1989), didasarkan atas sifat biologisnya yang suka mandi atau berkubang di lumpur  dan tipe perah (River buffalo) atau yang lebih di kenal dengan kerbau sungai karena lebih senang berendam di air yang jernih (Toelihere, 1993).
Hal prinsip yang membedakan kedua tipe tersebut adalah  berdasarkan jumlah kromosom, dimana jumlah kromosom kerbau lumpur sebanyak 48 buah sedangkan kerbau sungai sebanyak 50 buah ( Mac Gregor,1939 dikutip Hovius et al.,1988).
Dalam penyebarannya kerbau lumpur lebih banyak di jumpai di Asia Tenggara dan Asia Timur  sedangkan kerbau sungai lebih banyak di India, Pakistan dan sekitarnya ( Murti dan Ciptadi, 1987).

Fungsi Ternak Kerbau
Ternak kerbau di Indonesia  mempunyai nilai yang erat hubungannya dengan nilai sosial  dan nilai ekonomi (Siregar, 1971) sedangkan Robinson (1977) menambahkan satu nilai lagi untuk  aspek   tersebut yaitu  nilai kerbau lumpur  sebagai hiburan.
Siregar (1987) menyatakan bahwa nilai sosial dari kerbau  dapat dilihat dari dua aspek seperti adat dan keagamaan dalam upacara adat pada umumnya kerbau mendapat  nilai yang tinggi dibandingkan dengan ternak  lainnya di Indonesia. Toelihere (1993b) kerbau mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi karena ia sangat di sukai,misalnya: seekor “Tedong Bonga” atau kerbau belang di Sulawesi  Selatan  dapat mencapai nilai sepuluh kali lebih mahal dari kerbau biasa.Dari segi ekonomi ternyata nilai kerbau dalam masyarakat melalui tenaga kerja, penghasil daging, pupuk, kulit dan susu. Lubis (1963) menyatakan bahwa  ternak kerbau sudah lama diternakkan dan dimanfaatkan sebagai  tenaga kerja, penghasil daging dan susu dengan nilai gizi yang cukup tinggi. Didaerh persawahan Jawa dan Madura peranan ternak kerbau sebagai tenaga kerja mencapai 87,2%, sementara di seluruh Indonesia adalah 80,49% (Toelihere, 1993b).
Di Nusa Tenggara Timur, ternak kerbau merupakan salah satu jenis ternak yang memilik peranan penting dalam kehidupan masyarakat antara lain sebagai sumber tenaga kerja, sumber protein hewani, sumber protein pendapatan, dan untuk kepentingan adat istiadat (Sobang, 2010). Pada tahun 2009 ,populasi ternak kerbau di NTT mencapai 185.436 ekor dengan sebaran tertinggi berada di pulau Sumba, diikuti pulau Flores, Rote Ndao, Timor, dan Sabu ( NTT dalam angka 2010 ).
Data  FAO (1969 ) yang dikutip Pasaribu ( 1980 ) menyatakan efisiensi kerja dari ternak kerbau tergantung pada berat badan dan kondisi pekerjaannya. Suatu areal sawah seluas 1.600 m2  dapat dibajak oleh seekor  kerbau  dalam waktu 16-18 jam, kerbau bekerja dalam waktu 5 jam sehari dan beristirahat dalam waktu siang. Kapasitas kerja seekor kerbau  dengan berat badan 400-900 kg dengan kecepatan 0.5-0.9 m/detik , identik dengan tenaga kuda.
Ginting (1977)  menyatakan bahwa memperkerjakan  seekor kerbau sebaiknya dimulai pukul 06.00-18.00. Dengan cara ini kapasitas kerja sepasang kerbau dapat mencapai 6,5 hari kerja untuk tiap hektar sawah atau 10 hari untuk satu hektar tanah darat. Dikatakan bahwa di daerah yang prasarana lalulintasnya belum cukup baik, maka kerbau merupakan tenaga tarik yang cukup ampuh dengan kapasitas menarik  muatan bisa mencapai 1,0-1,5 ton dengan kecepatan  tarik rata-rata 3,0 km/jam dan daya tahan kerja pada tanah dengan banyak tanjakan tanpa batu dapat mencapai empat jam.

Reproduksi Ternak Kerbau
            Reproduksi merupakan suatu proses biologik yang menyangkut semua aspek reproduksi atau perkembangbiakan hewan. Toelihere  (1993a) menyatakan bahwa prestasi reproduksi sangat penting dan perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan  populasi ternak dan secara langsung akan dipengaruhi oleh faktor genetik dan juga lingkungan, penyakit dan tata laksana.
Pubertas atau dewasa kelamin adalah suatu periode dalam kehidupan makluk jantan atau betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi yang ditandai oleh kemampuan untuk pertama kalinya mendapatkan benih ( Anggorodi, 1979 dan Partodiharjo,1992).

Angka Kelahiran
            Angka kelahiran  adalah jumlah anak yang lahir selama 1 tahun di bagi dengan jumlah induk dewasa dalam 1 tahun yang sama, dinyatakan dalam persen (Newman dan Snapp, 1969., Martojo et al., 1978).
Metode untuk mengukur angka kelahiran banyak macamnya tetapi yang sering digunakan ada  metode utama yaitu:
1.      Jumlah anak yang lahir dibandingkan  dengan jumlah induk yang di kawinkan
2.      Jumlah anak yang siap dipasarkan atau yang telah diberi cap dibandingkan dengan jumlah induk yang dikawinkan
3.      Jumlah anak yang mencapai umur sapih dibandingkan dengan jumlah induk yang dikawinkan.
            Selanjutnya Newman dan Snapp (1969) menyatakan bahwa persentase angka kelahiran sering bervariasi secara luas antar kelompok  yang  berbeda dan dalam kelompok yang sama dalam tahun  berbeda (Ensminger, 1969 dikutip Mila., 1993).
            Namun lazimnya ternak besar yang dipelihara dengan jalan digembalakan di padang pengembalaan umur ideal dengan ternak kerbau saat dikawinkan pertama kali yaitu 2,5-3 tahun pada saat ternak mulai mencapai dewasa kelamin dan dewasa tubuh dengan lama kebuntingan 310 hari (Sosroamidjojo, 1984). Hal ini dipertegas oleh Bhanasari (1975) yang kutip Toelihere (1993a) menyatakan bahwa dengan tatalaksana dan makanan yang baik untuk kerbau dapat melahirkan untuk 12 bulan dan masa produksi 20 tahun.
             Mila (1993) melaporkan bahwa pada ternak kerbau lumpur di kecamatan Lewa menunjukkan angka kelahiran anak kerbau sebesar 30.09%. Hasil penelitian ini ternyata lebih tinggi dari angka kelahiran untuk daerah NTT yakni 22.87% (Amadilaga, 1974) tetapi lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Nenot (1979)  yakni 58.3%. Lebih lanjut Mila (1993) menjelaskan bahwa rendahnya angka kelahiran anak di kecamatan Lewa disebabkan oleh tingginya orientasi peternak pada pemanfaatan ternak kerbau dalam mengolah lahan pertanian, disamping itu ada hal-hal lain seperti pemotongan ternak dalam urusan adat yang masih dominan.
 
 Interval Kelahiran
            Interval kelahiran adalah selang waktu antara dua periode kelahiran secara berutan           (Toelihere, 1993a). Lebih lanjut dijelaskan bahwa panjang pendeknya interval kelahiran sangat relatif dan tergantung pada faktor-faktor lingkungan. Di Indonesia menurut  Robinson (1977) interval kelahiran kerbau lumpur adalah 687 hari. Di Malaysia berkisar antara  373-700 hari rata-rata 532 hari. Di Thailand berkisar antara  333-718 hari atau rata-rata 503 hari (Bhannasari, 1975 yang dikutip Toelihere, 1993a).
            Hovius et al (1988) menyatakan bahwa interval kelahiran kerbau perah lebih pendek dibandingkan dengan kerbau lumpur. Interval kelahiran kerbau perah di India dan Bulgaria masing-masing 429,9 hari (Hadi, 1965; Ivanov dan Sochariev, 1960 yang dikutip oleh Toelihere, 1993a).
            Mila (1993) melaporkan interval kelahiran pada ternak kerbau lumpur di kecamatan Lewa sama dengan hasil penelitian Nenot  (1979) yakni berkisar antara 12 sampai 21 bulan. Adanya interval kelahiran yang cukup panjang ini  (21 bulan) disebabkan oleh kurangnya campur tangan manusia  (peternak) dalam pengelolaannya, dalam hal ini anak yang lahir tetap dibiarkan bersama induknya sampai saat terjadi dimana pemisahan anak dari induk dengan sendirinya. Selain itu adanya naluri keindukan untuk mengasuh anaknya lebih lama dan terjadi kegagalan kebuntingan. Disamping itu kemungkinan tidak tersedianya pejantan-pejantan pemacek  didalam kelompok ternak kerbau yang selalu siap mengawani  kerbau betina yang sedang berahi.

Angka Kematian 
            Kegagalan reproduksi turut merugikan peternak serta membahayakan kehidupan indiividu ternak, misalnya rendahnya produksi dan langkahnya anak sebagai ternak bibit serta menghambat perkembangan pemeliharan ternak yang direncanakan (Ginting, 1977). Lebih lanjut dikatakan bahwa kegagalan reproduksi disebabkan kesalahan pemeliharan  antara lain kegagalan mengenal tanda-tanda berahi hingga tidak dikawinkan atau perkawinan tidak tepat waktu, terlalu cepat dikawinkan pada umur mudah, terlalu cepat mengawinkan setelah melahirkan  serta kurang cermat memeriksa kebuntingan.
            Penyakit adalah penyebab kerugian yang paling banyak pada ternak dan merupakan salah satu faktor pembatas yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan ternak di daerah tropik. Fahimuddin (1975) yang  dikutip Mila (1993) menyatakan bahwa penyakit yang menyerang ternak terjadi akibat interaksi  beberapa faktor seperti iklim dan kekurangan pakan terutama di daerah beriklim tropis.
            Hasil penelitian Mila  (1993)  pada ternak kerbau lumpur di kecamatan Lewa menunjukkan angka kematian anak kerbau sebesar 33.21%, namun lebih tinggi jika dibandingkan  dengan angka kematian anak kerbau di daratan Timor yakni 12.29% (Therik, 1977) dan di pulau Sabu sebesar 18.93% ( Nenot, 1979). Tingginya angka kematian anak kerbau di Kecematan Lewa disebabkan oleh kekurangan pakan serta penyakit-penyakit seperti mulut dan kuku, kutu dan kembung pada musim kemarau ( Mila,1993).












METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat selama 2 bulan.
Metode Penelitian
            Dalam  penelitian ini digunankan metode survei untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data primer dilakukan melalui teknik wawancara langsung dengan responden  berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan untuk peternak yang berdomisili di 14 (empat belas) desa di Kecamatan Loli yang memiliki kriteria petani peternak yang memelihara  minimal 10 (sepuluh) ekor ternak kerbau dan mempuyai pengalaman beternak  minimal 4 (empat) tahun. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait di Kabupaten Sumba Barat dan Kecamatan  Loli.

Teknik survey
Dalam penelitian menggunakan teknik survei yang meliputi:
1.        Mengumpulkan jawaban dari pertanyaan standart untuk setiap responden peternak kerbau di masing-masing desa.
2.        Random sampling
3.        Analisis statistik dari representasi jawaban survei

 Metode Penentuan Sampel
            Penentuan sampel akan dilakukan  pada 14 ( empat belas ) desa dalam wilayah Kecamatan Loli yaitu  60% dari masing-masing desa, sedangkan dari instansi-instansi terkait yaitu 40%. Dasar pertimbangannya bahwa desa tersebut memiliki populasi ternak kerbau yang terbanyak. Sedangkan penentuan responden dilakukan secara acak dengan mengambil  40% dari total peternak kerbau pada masing-masing desa, contoh dengan dasar pertimbangan memiliki pengalaman beternak  ≥ 4 (empat) tahun dan jumlah induk kerbau yang dimiliki  ≥10  ekor.

Variable yang di ukur
            Variable yang diukur dalam penelitian ini, meliputi :
1.      Angka kelahiran, yaitu perbandingan antara jumlah anak yang lahir dengan jumlah induk yang produktif dengan kisaran umur 4-20 tahun dalam setahun dikalikan dengan 100%.
                                                Angka kelahiran      =  Jumlah anak yang lahir hidup  X  100%
                                                            Jumlah induk produktif
2.      Angka kematian yaitu perbandingan jumlah anak kerbau yang mati umur 0-1 tahun dengan jumlah anak kerbau yang lahir dikalikan dengan 100% .
Angka kematian      = Jumlah anak  kerbau yang mati  X 100%
                                                                    Jumlah anak kerbau yang lahir

3.      Interval kelahiran yaitu jarak waktu antara dua  periode kelahiran secara berurutan  pada kelahiran yang paling akhir.
4.      Siklus birahi yaitu jarak  atau interval waktu antara periode birahi pertama dengan periode birahi berikutnya.

Analisis Data
            Data yang diperoleh dalam penelitian ini ditabulasi dan dianalisis untuk menghitung nilai rata-rata (X),standar devisi (SD), koefisien keragaman (KK) menurut petunjuk yang digariskan Sudjana (1989) dengan rumus :
Nilai Rata-Rata (X)                       = ∑Xi
                                                      n
Standar Devisi                                    = 

Koefisien Keragaman  (KK)   = SD  X 100%
                                                    X
Dimana :
X                     =  Nilai Rataan ;
n                      =  Besarnya Sampel Yang Digunakan;
n - 1                 =  Derajat Bebas;
∑xi                  =  Jumlah Nilai Pengamatan
∑(Xi – X)2         =  Jumlah Kuadrat Simpangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Pelitian
Kecamatan Loli merupakan sala satu Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sumba Barat dengan luas wilayah secara keseluruhan adalah 132,36 km2. Kecamatan Loli terdiri atas 9 desa dan 5 Kelurahan yaitu desa Dede Kadu, Wee Karou, Soba Wawi, Ubu Pede, Bera Dolu, Dokakaka, Tana Rara, Bali Ledo, Loda Pare, Kelurahan Wee Dabbo, Dira Tana, Ubu Raya, Tema Tana dan Manola. Batas-batas wilayah Kecamatan Loli: sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tana Righu dan Kabupaten Sumba Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wanokaka dan Kecamatan Lamboya, sebelah  Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah (Kecamatan Loli dalam Angka, 2012).
            Secara klimatologi, daerah Kecamatan Loli beriklim tropis yang ditandai dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tingkat curah hujan mencapai 2.252 mm dengan 100 hari hujan (Kecamatan Loli dalam Angka, 2012).

Keadaan Umum Peternakan
Ternak kerbau yang terdapat di lokasi penelitian merupakan jenis kerbau lumpur (Bubalis bubalus). Populasi dan penyebaran ternak besar dalam wilayah Kecamatan Loli sebagai tempat penelitian bervariasi untuk setiap desa atau kelurahan.
Peran Ternak Kerbau
Ternak kerbau memegang peranan yang sangat penting bagi status sosial dan budaya masyarakat pedesaan Sumba pada umumnya. Sejak dahulu, masyarakat berpendapat bahwa apabila seseorang memiliki ternak kerbau maka dianggap sebagai orang yang memiliki harta banyak dan berderajat tinggi. Sehingga ternak kerbau dimanfaatkan pada acara-acara tertentu sebagai simbol kebesaran seperti acara perkawinan yang dikenal dengan sebutan “belis atau maskawin”, yang dilaksanakan secara adat setempat.Dapat dikatakan bahwa ternak kerbau merupakan hewan yang mempunyai nilai penting dalam kehidupan masyarakat dari dulu hingga kini.
Peranan kerbau dalam kegiatan pertanian dapat dikaitkan dengan perkembangan sistem pertaniannya. Sistem pertanian yang dikenal semula pada masa prasejarah adalah pertanian lahan kering (perladangan), kemudian dkembangkan sistem pertanian lahan basah (persawahan). Dengan demikian diperkirakan kerbau telah dimanfaatkan untuk membantu kegiatan pertaniannya.Kerbau merupakan hewan domestikasi yang sering dikaitkan dengan kehidupan masyarakat bermata pencaharian di bidang pertanian.Kerbau digunakan sebagai sarana transportasi (kendaraan),untuk membantu mengolah lahan pertanian, dan kotorannya dapat dijadikan pupuk. Domestikasi kerbau dikaitkan dengan kebutuhan hewan itu dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya seperti tersebut di atas, juga dikonsumsi atau digunakan sebagai hewan kurban pada upacara adat.
Tradisi pengolahan lahan tanpa menggunakan bajak diketahui masih dilakukan hingga kini oleh sebagian masyarakat di Sumba pada umumnya, yaitu dengan menggiring kerbau (sekitar 8 – 12 ekor) berkeliling pada lahan sawah secara berulang-ulang.Banyaknya kerbau yang digunakan menggambarkan banyaknya populasi kerbau yang diternakkan oleh satu keluarga inti di tempat tersebut.Sekalipun tidak banyak lahan sawah yang diusahakan di Samosir tempat komunitas subetnis Sumba misalnya, populasi kerbau sebagai hewan ternak juga cukup banyak.Hal ini disebabkan banyaknya kebutuhan kerbau sebagai hewan kurban yang menyertai upacara adat yang diselenggarakan masyarakatnya.
Bagi masyarakat yang masih hidup dengan tradisi megalitiknya seperti Sumba,Toraja,Dayak Ngaju,dan Batak, kerbau merupakan hewan yang sering dikorbankan pada upacara-upacara adatnya seperti upacara kematian (Marapu, Rambu Polo’, Tiwah, Saur Matua dan Mangokal Holi), atau pembangunan rumah adat. Pada umumnya banyaknya kerbau yang disembelih pada suatu upacara adat menggambarkan kemampuan keluarga atau tingginya status sosial seseorang di masyarakat. Kegiatan tersebut secara simbolis tergambar pada banyaknya tanduk kerbau yang dipajang pada rumah adat.


Pada masyarakat Sumba dikenal upacara kematian seperti Patane (penguburan), dan Marai (menggali tulang) untuk memindahkan tulang dari kubur primer ke kubur sekunder. Sebagai rangkaian kegiatan upacara tersebut biasanya dilaksanakan pesta syukuran adat yang disertai dengan pemotongan kerbau. Kemudian setelah kerbau disembelih dagingnya dibagikan pada kerabat yang mengikuti upacara tersebut.Kepemilikan kerbau menandakan prestise seseorang.  Semakin kaya dan tinggi status seseorang ditandai seberapa banyak kepemilikan kerbaunya.Dalam adat daerah tertentu, kerbau digunakan untuk alat meminang seorang remaja putri. 
 Fungsi Ternak Kerbau
  • Sebagai penghasil tenaga kerja untuk mengolah sawah.
Kerbau dipelihara oleh masyarakat Sumba secara turun temurun. Pada masyarakat pulau Sumba, ternak kerbau digunakan sebagai hewan yang digunakan tenaganya untuk mengolah sawah sejak dulu kala.  Sebelum  ada traktor, kerbau memiliki fungsi amat besar dalam produksi padi.   Meskipun ada mekanisasi pertanian menggunakan traktor, penggunaan kerbau masih diperlukan untuk sawah.
  • Sebagai ternak yang bisa menghasilkan pupuk.
Kotoran kerbau dapat digunakan sebagai pupuk atau bahan bakar jika dikeringkan. 
  • Sebagai tabungan jangka panjang.
Di Sumba pada umumnya, kerbau digunakan untuk alat menabung. Petani menyimpan uangnya dengan membeli kerbau, lalu menjual kerbaunya jika sedang membutuhkan uangnya
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Populasi dan Penyebaran Ternak Besar dalam Wilayah Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat
Desa/ Kelurahan
Kuda
Sapi
Kerbau
Dede Kadu
54
1
253
Wee Karou
38
-
324
Soba Wawi
42
2
318
Ubu Pede
51
1
268
Bera Dolu
34
2
193
Dokakaka
12
9
196
Tana Rara
9
1
112
Bali Ledo
23
19
148
Loda Pare
20
5
187
Wee Dabbo
43
3
256
Dira Tana
55
8
337
Ubu Raya
41
4
268
Tema Tana
6
-
36
Manola
-
-
-
LOLI
428
55
2.896
2010
2009
2008
2007
610
845
893
860
185
356
352
343
2.036
2.640
2.598
2.502
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Barat, 2012
Berdasarkan Tabel 1 di atas terlihat bahwa ternak kerbau merupakan ternak ruminansia besar terbanyak yang dipelihara oleh peternak di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat.  Dari total populasi ternak kerbau yang ada pada tahun 2011 di atas, populasi terbanyak terdapat desa Dira Tana yaitu 337 ekor dan terendah di desa Tema Tana yaitu 36 ekor. Penyebaran populasi ini sangat bergantung pada iklim dan ketersediaan padang penggembalaan serta kemampuan ternak untuk beradptasi dengan lingkungan.
Dari Tabel 1 tersebut juga dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan populasi ternak kerbau dari tahun 2010 ke tahun 2011 yaitu dari jumlah 2.036 ekor menjadi 2.896 ekor atau bertambah sebanyak 860 ekor (17,42%).
Identitas Responden
·         Umur Responden
   Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran umur responden adalah 38-68 tahun dengan rata-rata 53,96 ±7,30 tahun. Dari kisaran umur ini 24 responden (96%) termasuk usia produktif yaitu 8-65 tahun sedangkan 1 responden (4%) termasuk usia non produktif yaitu 68 tahun. Menurut Hernanto (1996) usia petani produktif berkisar antara 15-65 tahun dan usia di atas 65 sudah tidak produktif lagi.


·         Tingkat Pendidikan
 Pendidikan petani peternak di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Tingkat Pendidikan Formal petani peternak di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat
Tingkatan Pendidikan
Jumlah
 (orang)
Persentase
(%)
Tidak Sekolah
0
0
SD
6
24
SMP
3
12
SMA
15
60
PT
1
4
Jumlah
25
100
      Sumber: Data Primer, 2013
Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa persentase peternak berpendidikan setara    SMA adalah yang tertinggi sedangkan yang berpendidikan PT atau Akademi adalah terendah. Berdasarkan gambaran ini maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan formal responden di daerah penelitian cukup tinggi. Menurut Hernanto (1996) pendidikan berkaitan dengan pembentukan kerangka berpikir seseorang dalam menerima dan memahami cara-cara baru dalam satu usaha peternakan.




·          Mata Pencaharian Pokok
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat variasi mata pencaharian pokok dari responden di daerah penelitian yaitu petani 12 orang (48%), wiraswasta 5 orang (20%) dan PNS 8 orang (32%). Ini memberikan gambaran bahwa mata percaharian pokok di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat masih didominasi oleh petani yaitu sebesar 48%.
·           Pengalaman Usaha
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran pengalaman memelihara ternak kerbau oleh responden di daerah penelitian adalah 12-40 tahun dengan rata-rata 21,52±6,42 tahun.  Mubyarto (1994) menyatakan bahwa pengalaman usaha dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalankan usaha dan secara tidak langsung mempengaruhi hasil yang diperolehnya. Pengalaman usaha sangat berperan dalam hal memilih dan menentukan hal-hal apa saja yang perlu diterapkan dalam menjalankan suatu usaha sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal.
Manajemen Usaha
·           Sistem pemeliharaan
                        Pola beternak kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat adalah pola pemeliharaan secara tradisional. Ternak kerbau digembalakan di padang pada pagi sampai sore hari kemudian pada malam hari ternak kerbau dimasukkan dalam kandang koloni atau kelompok.
·         Cara pemberian pakan dan air minum
Cara  pemberian pakan pada ternak kerbau di daerah penelitian dilakukan dengan menggembalakan ternak kerbau di padang rumput maupun ladang yang telah diberokan. Dengan demikian pakan yang diberikan pada ternak kerbau adalah rumput lapangan yang diperoleh sendiri oleh ternak saat merumput. Sedangkan hijauan ataupun golongan leguminosa berupa lamtoro, daun pisang dan daun jagung kadang-kadang diberikan dan sistem pemberiannya dilakukan dengan memotong atau memangkas bagian tanaman tersebut pada saat ternak kerbau digembalakan. Air minum diberikan pada ternak kerbau dengan menggiring ternak ke sungai dan rawa.
·           Tenaga kerja
Berdasarkan hasil penelitian, tenaga kerja yang digunakan dalam memelihara ternak kerbau di daerah penelitian semuanya adalah tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. Rata-rata tenaga kerja menghabiskan waktu 6 jam dalam menggembalakan ternak kerbau di padang penggembalaan dengan kisaran 4-8 jam, sangat tergantung pada dekat atau jauhnya lokasi penggembalaan.




Angka Kelahiran
Terdapat berbagai jenis faktor yang mempengaruhi persentase kalahiran anak kerbau. Toelihere (1979) dalam Kosi (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelahiran anak kerbau adalah 1) Tingkat fertilitas induk dan pejantan; 2) Pengaturan teknik perkawinan; dan 3) Ketersediaan pakan . Faktor-faktor ini belum mendapatkan perhatian yang serius dari para peternak di daerah penelitian, sehingga angka kelahiran anak kerbau masih tergolong rendah yaitu sebesar 48,50%.  Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rata-rata Angka Kelahiran Anak Kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010 sampai 2012.
Tahun
Jumlah Induk yang Produktif (ekor)
Jumlah Anak Yang Lahir (ekor)
Persentase Kelahiran (%)
2010
330
162
49, 09
2011
320
154
48,13
2012
323
156
48,3
Total
973
472
145,52
Rerata
324,33
157,33
48,50
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata angka kelahiran anak kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat tahun 2010 sampai 2012 adalah 48,50%.  Hasil penelitian ini ternyata memiliki persentase kelahiran ternak kerbau yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Kosi (2002) di Kecamatan Katikutana Kabupaten Sumba Barat yaitu  39,85%.  Angka kelahiran anak kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat ini masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena sebagai besar peternak lebih beroreantasi pemanfaatan ternak kerbau sebagai tenaga kerja di lahan pertanian serta sistem pemeliharaan ternak kerbau yang terjadi secara ektensif tradisional dimana manajemen pakan, manajemen kesehatan, manajemen perkandangan dan manajemen perkawinan masih belum optimal dalam artian tidak ada perhatian dan campur tangan peternak secara khusus.
Dari Tabel 3 di atas juga dapat diketahui bahwa jumlah induk produktif yang dimiliki oleh responden sebanyak 973 ekor dengan rata-rata 324,33 ekor namun dalam tiga tahun terakhir yaitu 2010, 2011 dan 2013 induk yang beranak hanya 472 ekor dengan rata-rata 157,33 ekor. Oleh karena itu, masih terdapat 501 ekor ternak kerbau yang belum beranak sehingga dibutuhkan suatu upaya dan perhatian yang serius agar induk yang dimiliki oleh responden dapat bunting dan beranak melalui penerapan teknologi. Dengan demikian dapat meningkatkan angka kelahiran ternak kerbau di lokasi penelitian.
Angka Kematian
Menurut Ginting (1977) yang dikutip oleh Kosi (2002) menyatakan bahwa kegagalan reproduksi turut merugikan peternak serta membahayakan kehidupan individu ternak, misalnya rendahnya reproduksi dan langkanya anak sebagai ternak bibit serta menghambat pemeliharaan ternak yang direncanakan. Tingkat kematian merupakan salah satu indikator perfomans atau tampilan reproduksi ternak. Apabila ternak memiliki tingkat kematian yang tinggi maka perfomans reproduksi ternak tersebut menjadi rendah atau tidak baik. Sebaliknya apabila ternak dengan persentase atau tingkat kematian yang rendah maka perfomans reproduksi ternak tersebut baik. Angka kematian anak kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat tahun 2010 sampai 2012 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Angka Kematian Anak Kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010 sampai 2012.
Tahun
Jumlah Anak Yang Lahir (ekor)
Jumlah Anak Yang Mati (ekor)
Persentase Kematian (%)
2010
162
23
14,19
2011
154
21
13,64
2012
156
16
10,26
Total
472
60
38,09
Rerata
157,33
20
12,70
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat kematian anak kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat tahun 2010 sampai 2012 berkisar antara 10,26% - 14,19% dengan rata-rata sebesar 12,70%. Persentase kematian anak kerbau di daerah penelitian ini masing tergolong tinggi. Namun kematian anak kerbau di daerah penelitian ini masing lebih rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Kosi tahun 2002 dengan persentase kematian anak kerbau di Kecamatan Katikutana Kabupaten Sumba Barat yang mencapai 29,65%. Adanya perbedaan angka atau persentase kematian anak kerbau ini disebabkan karena penyebaran ternak di setiap Kecamatan berbeda dan sangat berhubungan erat dengan ketersediaan lahan sebagai area padang penggembalaan dan iklim yang berbeda serta daya adaptasi anak ternak kerbau terhadap iklim wilayah bersangkutan.
Menurut Tafal yang dikutip oleh Fattah (1998) menyatakan bahwa angka kematian yang ideal untuk ternak besar seperti kerbau dan sapi adalah ≤ 5%. Tingginya persentase atau angka  kematian anak kerbau di lokasi penelitian terutama disebabkan oleh penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis penyakit yang mendominasi adalah penyakit Surra terutama pada tahun 2010 dan 2011 persentase kematian tertinggi terjadi. Fenomena ini sesuai dengan hasil penelitian Suda (2013) di Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya yang menyatakan bahwa penyakit Surra (Tripanosomiasis) merupakan penyakit yang paling umum menyerang ternak kerbau dengan gejala ternak kerbau berputar, laju pulsus meningkat, diare, badan menjadi kurus dan mati secara tiba-tiba.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Suda (2013) bahwa penanganan kesehatan ternak kerbau sangat penting untuk diperhatikan dapat dilakukan  dalam dua tindakan pengendalian yaitu pencegahan (preventive) dan pengobatan (curative). Tindakan pencegahan (preventive) dapat dilakukan dengan vaksinasi terhadap anak kerbau  untuk mencegah penyakit. Sedangkan tindakan pengobatan (curative) dapat dilakukan dengan mengobati anak kerbau yang sakit sesuai dengan gejala yang muncul. 
Penyakit merupakan penyebab kerugian yang paling banyak pada ternak dan merupakan salah satu faktor pembatas yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan ternak di daerah tropik. Menurut Fahimuddin (1975) yang dikutip oleh Kosi (2002) menyatakan bahwa penyakit yang menyerang ternak terjadi akibat interaksi antara beberapa faktor seperti iklim dan kekurangan pakan terutama terjadi di daerah beriklim tropis.
Interval Kelahiran
Interval kelahiran diketahui dengan cara menghitung jarak waktu antara dua kelahiran yang berurutan yaitu antara waktu beranak terakhir  dan waktu beranak sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran interval kelahiran adalah 10,38 - 22,16 bulan dengan rata-rata 17,95 bulan dan koefisien variasi sebesar 15,37 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Rata-Rata Interval Kelahiran Ternak Kerbau Lumpur di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2012.
Rata-Rata Interval Kelahiran
(bulan)
Koefisien
Variasi
17,95 ± 2,76
15, 37
Sumber: Data Primer, 2013
Berdasarkan Tabel 5 di atas terlihat bahwa rata-rata interval kelahiran ternak kerbau lumpur di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Tahun dari tahun 2010 sampai 2012 adalah 17,95 ± 2,76 bulan dengan variasi sebesar 15,37 %. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Kosi (2002) di Kecamatan Katikutana Kabupaten Sumba Barat dimana rata-rata interval kelahiran ternak kerbau sebesar 18,42 ± 1,99 bulan dengan variasi 10,80%. Interval kelahiran merupakan salah satu indikator produktivitas seekor ternak. Sosroamidjojo (1984) menyatakan bahwa seekor induk kerbau dikatakan baik jika dapat beranak kembali setiap 15 bulan.  Interval kelahiran ternak kerbau yang cukup panjang dalam penelitian ini disinyalir karena sistem pemeliharan yang terjadi secara tradisional dan tidak adanya campur tangan manusia dalam mengatur perkawinan sehingga sistem perkawinan yang terjadi adalah secara alamiah  (nature mating). Menurut Suda (2013), dalam hasil penelitiannya di Kabupaten Sumba Barat Daya menyatakan bahwa ternak kerbau dengan sistem pemeliharaan ektensif tradisional dimana ternak kerbau digembalakan di padang penggembalaan pada pagi sampai sore hari dan pada malam hari dimasukkan dalam kandang kelompok akan menyebabkan terjadinya sistem perkawinan secara alamiah atau nature mating.











KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perfomans reproduksi ternak kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat masih tergolong rendah karena memiliki angka kelahiran rendah yaitu 48,50%; angka kematian yang masih tergolong tinggi yaitu sebesar 12,70% serta interval kelahiran yang relatif masih panjang yaitu berkisar antara 10,38 - 22,16 bulan dengan rerata 17,95 bulan.

Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas maka disarankan agar peternak lebih beroreantasi pada perbaikan perfomans reproduksi ternak kerbau Lumpur (Bubalus bubalis) di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat melalaui manajemen pemeliharaan yang harus lebih mendapat perhatian serius.











DAFTAR PUSTAKA

Admadilaga, D. 1974.Proses Perkembangan Peternakan Di Nusa Tenggara Timur.Biro Reseach dan afiliasi.Fakultas Peternakan ,Universitas Pandjajaran- Bnadung.
                                                           
Anggorodi, R. 1979.Makanan Ternak Umum,Gramedia Jakarta.

Anonimous,  1977. The Wate Buffalo .Foot And Agriculture Organization Of The United Nation,Room.

Burhanudin,  1981.Peranan Sapi Bali Dalam Pengembanganpeternakan Sapi Bali di Indonesia Ditinjau Dari Segi Reproduksinya.Majalah Universitas Nomor : 24-25 tahun IX,1981.

Dawa, A. 1987.Performans Produksi Dan Reproduksi Ternak Kerbau Lumpur Di Kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat .Skripsi.Fakultas Universitas Nusa Cendana ,Kupang

Fattah, S. 1998.  Produktivitas Sapi Bali Yang Di Pelihara Di Padang Pengembalaan Alam,(Kasus     Oesu’u Nusatenggara Timur).Di sertai Universitas padjajaran Bandung.

Hernanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani, Bagian Agribisnis dan Koperasi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kosi, A. Z. T. 2002. Perfomans Reproduksi Ternak Kerbau  Lumpur (Bubalus bubalis) di Kecamatan Katikutana Kabupaten Sumba Barat. Skripsi Fapet Undana.  Kupang.

Lubis, D.A.1963.Ilmu Makanan Ternak,P.T.Pembangunan Jakarta.

Martojo, H.S.Mansjoer dan E.Gunardi 1978.Beberapa sifat reproduksi pada sapi bali di propinsi       bali     Proc.Seminar Ruminansia .Direktorat jendral peternakan & P-4 dan fakultas IPB,Bogor.

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Murti, T.W dan Ciptadi.G.  1987.Kerbau perah dan kerbau kerja.P.T.Mediyatama Sarana   Perkasa,Jakarta.

Nenot, E.A.N. 1979 .Penagruh kesempatan berkubang terhadap berahi dan siklus berahi pada  kerbau lumpur .Thesis fapet undana yang berafiliasi denngan fapet ITB bogor.

NTT dalam Angka.  2011/2012. Dinas Peternakan Kabupaten  Sumba Barat


Partodiharjo,S. 1982.Ilmu reproduksi hewan,Mutiara Bandung.

Siregar, A.M. 1971.Kerbau dan perkembangannya di Indonesia.

Sosroamidjojo, S.M. 1989.Ternak potong dan kerja.CV Yasaguna Jakarta.

           . 1984. Ternak Potong dan Kerja. CV Yasaguna. Jakarta.

Suda, T. G. Nd. 2013. Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usaha Ternak Kerbau di Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya. Skripsi Fapet Undana.  Kupang.

Sobang, Y.U.L. 2010. Strategi Pengembangan Ternak Kerbau Berbasis Sumber Daya Lokal Di Nusa Tenggara Timur.Fakultas  Peternakan Universitas  Nusa Cendana.  Kupang

Therik, J.F. 1977.Kemampuan Perkembangbiakan Kerbau Dikabupaten Kupang Darat Timor.Thesis Fapet Undana,Kupang

Tolihere, M.R. 1979. Peternakan Kerbau Dan Produksinya DiIndonesia. Dalam Media veteriner.vol 1 no. 1 Maret 1979 Fakultas Kedokteran Veteriner Institute Pertanian  Bogor,boogor.
          













Lampiran 1. Tingkat Kelahiran Anak Kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010 sampai 2012.


No Responden

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012


Induk Produktif (Ekor) (X)
Anak yang
Lahir
(Ekor) (Y)
Induk Produktif (Ekor) (X)
Anak yang Lahir
(Ekor) (Y)
Induk Produktif (Ekor) (X)
Anak yang Lahir
(Ekor) (Y)

1
13
6
14
4
14
7

2
10
6
10
6
10
5

3
20
11
13
6
17
8

4
20
8
20
10
18
9

5
17
8
13
5
16
7

6
16
6
14
7
19
9

7
12
5
12
6
5
5

8
15
8
16
7
20
8

9
10
4
11
5
8
6

10
14
8
12
5
13
5

11
10
5
10
5
11
4

12
13
7
14
7
13
6

13
15
8
15
8
15
7

14
14
6
14
8
13
6

15
16
9
15
7
15
6

16
13
7
14
7
12
7

17
12
8
11
5
10
6

18
11
6
13
9
13
6

19
11
5
11
6
14
7

20
11
4
10
6
11
5

21
10
5
11
4
10
6

22
12
6
11
6
11
5

23
11
5
12
5
11
5

24
14
6
13
6
12
5

25
10
5
11
4
12
6

Total
330
162
320
154
323
156

Rerata
13,2
6,48
12,8
6,16
12,92
6,24

STDEV
2,93
1,69
2,27
1,52
3,41
1,30

KV
0,22
0,26
0,18
0,25
0,26
0,21


ANGKA KELAHIRAN UNTUK TAHUN 2010

Jumlah anak yang lahir            (Y)       :  162 Ekor
Jumlah induk produktif          (X)      :  330 Ekor
Angka Kelahiran                                    
                                                            x 100 %
              = 49, 09%

ANGKA KELAHIRAN UNTUK TAHUN 2011

Jumlah anak yang lahir            (Y)       :  154 Ekor
Jumlah induk produktif          (X)      :  320 Ekor
Angka Kelahiran                                 
                                                          x 100 %
             = 48,13%

ANGKA KELAHIRAN UNTUK TAHUN 2012

Jumlah anak yang lahir            (Y)       :  156 Ekor
Jumlah induk produktif          (X)      :  323 Ekor
Angka Kelahiran                                  
                                                           x 100 %
              = 48,30%
Sehingga rerata angka kelahiran ternak kerbau untuk tiga tahun terakhir adalah 48,50%


Lampiran 2. Tingkat Kematian Anak Kerbau di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010 sampai 2012.


No Responden
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012


Anak yang Lahir
(Ekor) (X)
Anak yang     Mati
(Ekor) (Y)
Anak yang Lahir
(Ekor) (X)
Anak yang    Mati
(Ekor) (Y)
Anak yang Lahir
(Ekor) (X)
Anak yang   Mati
(Ekor) (Y)

1
6
1
4
2
7
0

2
6
1
6
1
5
1

3
11
2
6
0
8
0

4
8
2
10
3
9
1

5
8
1
5
1
7
2

6
6
2
7
2
9
2

7
5
1
6
1
5
0

8
8
2
7
1
8
0

9
4
2
5
1
6
0

10
8
0
5
0
5
0

11
5
0
5
0
4
0

12
7
2
7
2
6
1

13
8
1
8
2
7
0

14
6
1
8
1
6
2

15
9
0
7
1
6
0

16
7
1
7
0
7
0

17
8
0
5
1
6
1

18
6
0
9
0
6
0

19
5
1
6
0
7
0

20
4
0
6
1
5
1

21
5
0
4
0
6
2

22
6
0
6
0
5
0

23
5
0
5
1
5
1

24
6
2
6
0
5
1

25
5
1
4
0
6
1

Total
162
23
154
21
156
16

Rerata
6,48
0,92
6,16
0,84
6,24
0,64

STDEV
1,69
0,81
1,52
0,85
1,30
0,76

KV
0,26
0,88
0,25
1,01
0,21
1,18



ANGKA KEMATIAN UNTUK TAHUN 2010

Jumlah anak yang lahir            (X)       :  162 Ekor
Jumlah anak yang mati            (Y)      :  23 Ekor
Angka Kematian                                    
                                                            x 100 %
              = 14,20%

ANGKA KEMATIAN UNTUK TAHUN 2011

Jumlah anak yang lahir            (X)       :  154 Ekor
Jumlah anak yang mati            (Y)      :  21 Ekor
Angka Kematian                                 
                                                          x 100 %
                                                = 13,64%

ANGKA KEMATIAN UNTUK TAHUN 2012

Jumlah anak yang lahir            (X)       :  156 Ekor
Jumlah anak yang mati            (Y)      :  16 Ekor
Angka Kematian                                  
                                                            x 100 %
                                                  = 10,26%

Sehingga rerata angka kelahiran ternak kerbau untuk tiga tahun terakhir adalah 12,70%

Lampiran 3. Rata-Rata Interval Kelahiran Ternak Kerbau Lumpur Di Kecamtan Loli Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010-2012.
No. Responden
Rata-Rata Interval Kelahiran (Bulan)
(Xi)

Xi-X

(Xi-X)2



1
17,22
-0,73
0,53
2
14,01
-3,94
15,52
3
22,16
4,21
17,72
4
18,12
0,17
0,03
5
18,5
0,55
0,30
6
16,9
-1,05
1,10
7
18,16
0,21
0,04
8
19,77
1,82
3,31
9
18,4
0,45
0,20
10
18,8
0,85
0,72
11
19,04
1,09
1,19
12
18,71
0,76
0,58
13
10,46
-7,49
56,10
14
10,38
-7,57
57,30
15
17,78
-0,17
0,03
16
19,14
1,19
1,42
17
16,05
-1,90
3,61
18
19,16
1,21
1,46
19
18,17
0,22
0,05
20
20,2
2,25
5,06
21
18,43
0,48
0,23
22
20,43
2,48
6,15
23
18,83
0,88
0,77
24
20,6
2,65
7,02
25
19,33
1,38
1,90
Total
448,75
-7E-14
182,38
Rerata
17,95
3E+00
7,30
STDEV
2,76
2,76
15,55
KV
0,15
1E+00
2,13


Nilai Rata-Rata (X)                  = ∑Xi
                                                      N

 =  448,75/25
=   17,95

Standar Deviasi                       = 
                                                =  2,76

Koefisien Variasi  (KK)          = SD  X 100%
                                                    X
=  2,76  X 100%
                                                    17,95
=15, 37 %       

Sehingga, interval kelahiran ternak kerbau (induk produktif) di Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat tahun 2010 sampai  2012 adalah 17,95 ± 2,76 bulan.